PROFIL KEMISKINAN
Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin,keberhasilannya bergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan,yaitu `mengidentifikasi siapa sebenarnya “ si miskin” tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil dari si miskin. Pertanayaan pertama tentang siapa si miskin dapat di jawab dengan memperhatikan profil si miskin itu sendiri yang antara lain berupa karakteristik-karakteristik ekonominya seprti sumber pendapatan,pola konsumsi /pengeluaran,tingkat beban tanggungan, dan lain-lain.
Pertanyaan kedua tentang dimana si miskinnberada dapat dijawab dengan melihat karakteristik geografisnya ,yaitu dengan menentukan dimana pendduk miskin terkonsentrasi,apakah di desa atau di kota, apakah di jawa atau di luar jawa.
Dengan memperthatikan profil kemiskinan, maka diharapkan kebijakan yang disusun dalam mengentaskan orang miskin akan lebihb terarah dan lebih tepat sasaran.demikian pula dapat dievaluasi apakah kebijakan-kebijakan pemerintah yang diaplikasikan selama ini mendukung atau malah bertentangan dengan usaha mengurangi jumlah penduduk miskin.
Dalam memaparkan profil kemiskinan, rumah tangga dan juga anggota rumah tangga akan dibagi kedalam 2 kelompok : kelompok rumah tangga “miskin” dan “tidak miskin”.Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang konsumsinya tidak mencukupib kebutuhan minimum akan makanan dan nonmakanan yang nilainya diwakili oleh suatu garis kemiskinan.Rumah tangga tidak miskin adalah yang konsumsinya perkepalanya diatas garis kemiskinan.
Analisis profil kemiskinan berikut juga memasukkan aspek kewilayahn (regional).Pertama –tama analisis dilakukan dengan membandingkan antara wilayah di pulau jawa (Kawasan Barat Indonesia) dengan wilayah di luar pulau jawa (Kawasan Timur indonesia). Dalam analisis total Indonesia maupun analisis KBI-KTI, diperbandingkan pula antara daerah perkotaan dan pedesaan. BPS mendefinisikan daerah pedesaan dan perkotaan dengan menggunakan tiga determinan yaitu kepadatan penduduk, presentase rumah tangga pertanian dan fasilitas perkotaan yang dimiliki.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen).
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen),
berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa.
Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama
periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang,
sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang .Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari
Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di
daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen.
Penduduk miskin lebih banyak berada di daerah pedesaan daripada perkotaan. Seperti diketahui bersama, pengangguran tersembunyi masih cukup banyak di daerah pedesaan. Mereka ini umumnya merupakan buruh tani yang tidak memiliki lahan atau pengusaha tani dengan lahan sempit di desa. Selain itu mereka merupakan pengusaha dengan modal minim dan akses ke lembaga keuangan formal sangat terbatas. Terlalu minimnya pemilihan factor-faktor produksi di luar tenaga kerja oleh penduduk desa ini mengakibatkan mereka sangat sulit untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Namun demikian, dari waktu ke waktu terjadi penurunan jumlah yang miskin di pedesaan. Sementara jumlah yang miskin do perkotaan terus maningkat. Fenomena ini salah satunya dapat dijelaskan oleh adanya pengalihan orang miskin dari pedesaan ke perkotaan melalui migrasi desa-kota. Pengangguran tersembunyin dari pedesaan, yaitu buruh tani maupun petani gurem,tidak dapat memasuki sector-sektor formal di perkotaan yang sangat terproteksi. Akibatnya mereka berkelana di sector nonformal perkotaan,sebagai penjual bakso,pedagang asongan,pedagang kaki lima,warung makan tepi jalan,pemulung, gelandangan, dan sebagainya.
Apabila kita pilah Indonesia menjadi kawasan Barat dan kawasan Timur, maka terlihat bahwa penduduk miskin lebih banyak berada di kawasan Barat Indonesia.Di kedua kawasan domisili penduduk miskin lebih banyak di daerah pedesaan. Dari diskripsi diataa,tepatlah kiranya kebijakan pemerintah dalam pengentasan orang miskin melalui pembangunan pedesaan yang mulai diarahkan ke luar jawa dan khususnya di Kawasan Barat Indonesia.
Beberapa karakteristik demografis dari rumah tangga miskin diantaranya adalah mengenai jumlah anggota keluarga dan tingkat beban tanggungan (dependency ratio). Keluarga miskin cenderung memiliki jumlah anggota lebih banyak dibandingkan keluarga tidak miskin. Jumlah anggota keluarga miskin rata-rata di Indonesia adalah 5,8 jiwa, sedangkan rumah tangga tidak miskin hanya 4,5 jiwa. Jika kita perhatikan antara daerah pedesaan dengan perkotaan tidak jauh beda jumlah anggota rumah tangganya. Hal ini juga menunjukkan suksesnya program KB di daerah-derah pedesaan.Selain itu hal ini juga menunjukkan adanya arus migrasi dari dea ke kota.
Dari analisik kuantitatof pada bagian selanjutnya dapat diketahiu bahwa variable jumlah anggota rumah tangga sangat dominan sebagai penentu suatu rumah tangga tersebut,miskin atau tidak.Semakin besar anggotanya semakin cenderung miskin rumah tangga tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Program KB yang salah satunya bertujuan membatasi jumlah anggota keluarga marupakan salah satu kebijakan yang sejalan dengan usaha pengentasan orang miskin.
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulakan bahwa penyediaan lapangan kerj a yang seluas-luasnya dan kemudahan berusaha merupakan salah satu kebijakan yang tepat dalam usaha pengentasan rumah tangga miskin.Penyediaan lapangan pekerjaan dan kemudahan usaha ini perlu dibarengi denag peningkatan produktivitas dan renumerasi ( imbalan jasa factor produksi ).Dengan demikian, pendapatan yang dibawa pulang dari pekerja/ pengusaha yang bersangkutan memadai untuk membiayai tanggungannya dan tersisa pula sebagian untuk ditabung. Tabungan tersebut berguna untuk pembentukan modal,baik itu untuk memulai usaha baru maupun mengembangkan usaha yang telah ada.
3. 3. Karakteristik Ekonomi Penduduk Miskin
a. Jabatan Kepala Rumah Tangga Miskin dalam Pekerjaannya
Dari data SUSENAS dapat diidentifikasikan jabatan kepala keluarga, apakah sebagai seorang buruh/karyawan, pengusaha atau keduanya.Jabatan buruh atau karyawan dalam hal ini adalah bila kepala rumah tangga tersebut memperoleh upah atau gaji sebagai imbalan pekerjaannya, misalnya saja adalah pegawai negeri, pegawai perusahaan,buruh pabrik, pramuwisma,sopir dengan system pengupahan/ pengajian, buruh tani yang diberi upah. Sebaliknya jabatan pengusaha apabila si kepala rumah tangga tersebut merupakan pemilik usaha atau pemegang saham yang memperoleh penghasilan,keuntungan, atau bagian keuntungan dari usahanya tersebut. Kepala keluarga yang jabatannya pengusaha antara lain adalah : petani pemilik tanah pertanian, nelayan yang memiliki atau menyewa kapal/perahu,pedagang,pemilik usaha/pabrik,buruh tani dengan system bagi hasil,sopir dengan system setoran atau komisi.
b. Sumber Penghasilan Rumah Tangga Miskin
Sumber penghasilan dibagi menjadi 4,yaitu sumber penghasilan dari upah dan gaji,penghasilan dari usaha, penghasilan dari transfer rumahtangga lain, dan penghasilan dari lainnya. Penghasilan dari upah atau gaji merupakan imbalan dari jabatannya sebagai buruh.Penghasilan dari usaha/gaji merupakan Imbalan dari jabatannya sebagai buruh. Penghasilan dari usaha merupakan imbalan dari jabatannya sebagai pemilik usaha.Penghasilan dari transfer terdiri dari uanag kiriman,warisan,sumbangan,hadiah,hibah,dan bantuan.Sedangkan penghasilan lainnya meliputi penghasilan dari sewa,bunga,deviden,pensiub,bea siswa,klaim asuransi jiwa dan sebagainya.
c. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Miskin
Kelompok Rumah Tangga miskin masih sangat mementingkan kebutuhan perutnya yang primer dibandingkan kebutuhan lainnya yang sekunder (tentu saja mereka tidak bias berharap untuk menikmati barang-barang mewah). Tidak sedikit keluarga miskin yang tidak mampu sekedar mencukupi kebutuhan pangannya secara layak.Bila dibandingkan dengan daerah-daerah perkotaan, porsi pengeluaran makanan untuk rumah tangga miskin lebih besar di pedesaan.Hal ini agak sedikit mengherankan, mengingat di pedesaan seharusnya rumah tangga miskin dapat memperoleh bahan makanan dari hasil-hasil kebun atau tanahnya. Penjelasan yang paling mungkin sebagai factor penyebab hal tersebut adalah bahwasanya kondisi kemiskinan di daerah-daerah pedesaan secara relative sangat parah sehingga keluarga miskin di daerah-daerah pedesaan masih harus membelanjakan porsi yang cukup besar dari seluruh penghasilannya untuk makanan.
Referensi :
Faisal.H.Basri,S.E.,M.A.Perekonomian Indonesia Abad XXI.Jakarta.Erlangga (fakultas ekonomi UI)