Minggu, 29 April 2012

Review Jurnal Hak Atas Kekayaan Intelektual

Review Jurnal           : Implementasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada Industri Batik di   Pekalongan

Pengarang    : Siti Asadah Hijriwati dan Esmara Sugeng
Institusi            : Fakultas Hukum Univ. Pekalongan
Abstrak
HKI adalah hak yang timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain. Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal terbatas dan sumber daya manusia.


Pendahuluan
Masyarakat Pekalongan tidak dapat dilepaskan dari batik, karena batik merupakan urat nadi perekonomian masyarakat pekalongan, batik dan masyarakat pekalongan dapatlah diibaratkan “dua sisi mata uang”. Batik yang diusahakan oleh masyarakat Pekalongan sebagai sebuah industri dapat diusahakan dalam skala kecil berupa industry rumahan atau industry rumah tangga sebagai mata pencaharian maupun dalam skala besar sebagai sebuah perusahaan yang dikelola secara modern dengan manajemen yang baik. Sebagai tumpuan kegiatan ekonomi masyarakat, industri batik pernah mengalami masa kejayaan pada dekade 1960 - 1970-an. Sampai sekarang industri batik masih menjadi tumpuan kegiatan ekonomi sebagian besar masyarakat Pekalongan. Hasil produksi batik Pekalongan tidak hanya dipasarkan di pasar lokal saja, namun telah menembus pasar internasional.

                                                              
Landasan Teori

Bagi Indonesia, sikap dan budaya masyarakatnya kadang justru menjadi kendala dan penghalang serta sulit untuk mendukung penerapan dan penegakan hukum dibidang ini. Keadaan semacam ini harus dikoreksi dan terus diarahkan sehingga budaya menghargai HKI dapat ditegakkan secara realistik. Karena jika keadaan rendahnya penghargaan terhadap HKI ini terus berlangsung, selain akan berdampak hilangnya iklim kreatifitas, dan terlanggarnya hak-hak individu yang sangat fundamental, juga akan berakibat terkucilnya Negara dari dunia internasional.
Bagi industri berbasis kerakyatan seperti industri batik yang penuh dengan kreatifitas ketentuan-ketentuan HKI dalam TRIPs ini sangat memberikan kepastian hukum. Akan tetapi bagi kebanyakan masyarakat Pekalongan, Ciptaan atau kreatifitas mereka berfungsi sosial, dan meraka akan merasa bangga jika hasil karya mereka banyak yang meniru. Bahkan dalam era perdagangan bebas sekarang inipun penjualan hasil karya mereka dilakukan tanpa label, dan pihak pembeli dengan leluasa malakukan llabeling atas nama mereka. Dengan demikian kreatifitas mereka menjadi milik orang lain dengan mudah. Oleh karena itu penegakkan hukum dibidang Hak Cipta pada industri batik di Pekalongan mutlak diperlukan, mengingat seni batik merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi oleh Hak Cipta.
Metode Penelitian

Metode penulisan review jurnal ini menggunakan metode pendekatan Sosio Legal Research. Pengunaan metode sosio legal research disamping metode penelitian normatif akan memberi bobot lebih pada penelitian yang bersangkutan dan merupakan penelitian deskriptif sosiologi.
Pembahasan
A.    Implementasi Hak atas Kekayaan Intelektual Khususnya Hak Cipta pada Industri Batik di Pekalongan
Bagi industri batik di Pekalongan keharusan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual harus dihadapi secara khusus, karena pada umumnya pelaku usaha dibidang batik sebelumnya tidak pernah berfikir untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kreasi-kreasi mereka berupa desain batik. Untuk itu hal yang pertama dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota Pekalongan adalah melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual khusunya Hak Cipta dan Merek, yang sangat berkaitan sekali dengan dunia industri batik dan dikaitkan dengan diberlakukannya konsep perdagangan bebas. 
B.      Kendala-kendala dalam Implementasi HKI pada Industri Batik
1.      Pemasaran
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) di atas, ternyata yang menjadi kendala utama adalah aspek pemasaran. Meskipun tidak tertulis antara produsen dan konsumen telah terjadi semacam perjanjian agar produk batik yang masih berupa kain tidak boleh diberi label / nama pada kainnya sehingga pembeli bisa bebas menjual kembali. Sebagai contoh, rumah batik terkenal macam Danar Hadi sering “kulakan” ke produsen-produsen batik di Pekalongan, kadang juga memesan khusus untuk Danar Hadi.
Konsep pemasaran seperti itu telah berlangsung secara turun temurun. Bagi mereka agar usaha dapat terus berlangsung konsumen merupakan hal yang sangat penting, sehingga para produsen batik ini selalu mencari bagaimana agar konsumen tetap setia untuk membeli produk mereka ditengah persaingan industri khususnya batik yang semakin ketat, meskipun mereka harus menagabaikan perlindungan hukum pada produk mereka.
2.      Trend Motif
Batik Pekalongan merupakan batik yang dinamis, terlihat dari warna yang menyala dan ragam motif yang selalu mengikuti perkembangan permintaan pasar. Perkembangan permintaan pasar akan motif-motif baru berlangsung sangat cepat. Hanya dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan, trend motif sudah berubah. Apabila produsen tidak segera menyikapi kondisi pasar yang demikian, maka produknya tidak akan laku karena sudah ketinggalan mode. Dampak positif dari kondisi pasar seperti ini adalah ide kreatif para pengrajin terpacu untuk menghasilkan karya-karya baru.
Tempo perubahan permintaan pasar akan motif-motif baru yang sangat cepat dan tempo pengurusan pendaftaran Hak cipta maupun Merek yang relatif lama dalam praktek, membuat para produsen batik enggan untuk mendaftarkan karya desain batik mereka. Dalam perhitungan isnis juga dikatakan tidak “cucuk” karena apabila proses pendaftaran selesai permintaan pasar sudah berubah. Jadi boleh dikatakan percuma didaftarkan, dilindungi, karena tidak ada yang akan meniru motif yang didaftarkan tersebut sebab pasar tidak menghendaki lagi.
3.      Modal dan Sumber Daya Manusia
Pelaku industri batik banyak diantaranya dikerjakan oleh pengrajin batik. Para pengrajin ini mempunyai keahlian dalam membatik, namun tidak mempunyai modal untuk berusaha. Peran mereka dalam industri perbatikan adalah menjadi buruh batik pada perusahaan-perusahaan batik besar yang ada. Ditangan para buruh batik yang juga merupakan para pengrajin batik inilah berbagai ragam hias desain batik dihasilkan. Pengusaha batik dengan modal besar biasanya hanya menyerahkan motif/desain batik kepada pengrajin yang menjadi buruh mereka, kecuali motif yang sudah dipesan.
Pengrajin batik yang bekerja sebagai buruh batik diupah berdasarkan hasil yang dia peroleh perharinya, dengan nilai relatif kecil. Kehidupan pengrajin yang serba pas-pasan untuk hidup tidak memungkinkan mereka berfikir untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hasil kreasi mereka berupa desain batik.
C.    Persepsi Pelaku Industri Perbatikan Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
Persepsi masyarakat Pekalongan terhadap Hak Kekayaan Intelektual dapat dianalisis dari dua sudut pandang yaitu persepsi tradisional dan persepsi modern, dimana kalau dilihat ada pergeseran susut pandang mengenai HKI dalam masyarakat.
1.      Persepsi Tradisional Industri terhadap Merk
Kurangnya pemahaman kalangan industri terhadap HKI inklusif Hak Cipta dan Hak Merek tidak terlepas dari perkembangan HKI itu sendiri, masalah perlindungan terhadap HKI juga masih jauh dari harapan sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Kalangan industri belum begitu yakin akan perlindungan hukum terhadap merek yang dimilikinya tidak akan dimanfaatkan (dipalsu) oleh pihak lain untuk kepentingan mendapatkan keuntungan.
Dengan banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan HKI membuka mata banyak kalangan, bahwa persepsi mereka selama ini terhadap sebuah merek ternyata keliru karena melalui sebuah merek, maka mereka dapat menjalin ikatan emosional dengan konsumen sehingga menimbulkan kesan fanatisme dan sugestif terhadap produk yang bermerek.
2.      Persepsi Modern Kalangan Industri terhadap HKI
Persepsi modern kalangan industri terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) inklusif Hak Cipta dan Hak Merek tidak terlepas dari semakin gencarnya kampanye mengenai pengembangan dan perlindungan HKI, sehingga membangkitkan kesadaran para pelaku industri betapa pentingnya HKI dalam menunjang kelangsungan usahanya.
Perlunya HKI juga disadari oleh kalangan industri akan identitas bagi produknya sehingga dapat dikenal oleh konsumen dan dapat menimbulkan ikatan emosional dari konsumen yang pada akhirnya menumbuhkan kesan sugestif terhadap produk tersebut. Dengan semakin majunya perdagangan menjadikan pelaku usaha Pekalongan menjadari akan pentingnya HKI inklusif Hak Cipta dan Hak Merek, sehingga mendorong mereka untuk mendapatkan HKI guna mengamankan produk mereka dan memenangkan kompetisi persaingan.
Kesimpulan
a.     Implementasi Hak Kekayaan Intelektual pada Industri batik di Pekalongan belum sepenuhnya dapat diterapkan, hal itu dikarenakan basis dari usaha batik di Pekalongan sebagian besar adalah kalangan industri rumah tangga, disamping itu pemahaman mereka akan hak kekayaan intelektual masih sangat kurang.
b.     Dalam implementasi HKI khususnya pada industry batik banyak menemui kendala, kendala yang banyak muncul seperti sistem pamasaran, trend mode, modal dan sumber daya manusia.
c.     Persepsi kalangan usaha batik pekalongan akan pentingnya HKI selama ini masih belum menyeluruh bagi sebagian pihak ternasuk golongan “wong kaji”, mereka percaya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, tetapi banyak kalangan pengusaha batik yang sudah menyadari akan pentingnya HKI, karena bagi mereka HKI membawa manfaat dan mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat.
Referensi

Disusun Oleh :
  • Annisa Meidiyoana             (20210919)
  • Dina Munawaroh                 (22210064)
  • Dini Triana                               (22210079)
  • Laraz Sekar Arum W             (23210968)
  • Nia Ismatu Ulfa                       (24210956)
Kelas  : 2EB05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar