Review Jurnal : Implementasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada Industri Batik di Pekalongan
Pengarang : Siti Asadah Hijriwati dan Esmara
Sugeng
Institusi : Fakultas
Hukum Univ. Pekalongan
Abstrak
HKI adalah hak yang
timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif
yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif,
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain.
Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun
dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system pemasaran yang
belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal terbatas dan sumber
daya manusia.
Pendahuluan
Masyarakat Pekalongan
tidak dapat dilepaskan dari batik, karena batik merupakan urat nadi perekonomian
masyarakat pekalongan, batik dan masyarakat pekalongan dapatlah diibaratkan
“dua sisi mata uang”. Batik yang diusahakan oleh masyarakat Pekalongan sebagai
sebuah industri dapat diusahakan dalam skala kecil berupa industry rumahan atau
industry rumah tangga sebagai mata pencaharian maupun dalam skala besar sebagai
sebuah perusahaan yang dikelola secara modern dengan manajemen yang baik.
Sebagai tumpuan kegiatan ekonomi masyarakat, industri batik pernah mengalami
masa kejayaan pada dekade 1960 - 1970-an. Sampai sekarang industri batik masih
menjadi tumpuan kegiatan ekonomi sebagian besar masyarakat Pekalongan. Hasil
produksi batik Pekalongan tidak hanya dipasarkan di pasar lokal saja, namun
telah menembus pasar internasional.
Landasan Teori
Bagi Indonesia, sikap dan budaya
masyarakatnya kadang justru menjadi kendala dan penghalang serta sulit untuk
mendukung penerapan dan penegakan hukum dibidang ini. Keadaan semacam ini harus
dikoreksi dan terus diarahkan sehingga budaya menghargai HKI dapat ditegakkan
secara realistik. Karena jika keadaan rendahnya penghargaan terhadap HKI ini
terus berlangsung, selain akan berdampak hilangnya iklim kreatifitas, dan terlanggarnya
hak-hak individu yang sangat fundamental, juga akan berakibat terkucilnya
Negara dari dunia internasional.
Bagi industri berbasis kerakyatan
seperti industri batik yang penuh dengan kreatifitas ketentuan-ketentuan HKI
dalam TRIPs ini sangat memberikan kepastian hukum. Akan tetapi bagi kebanyakan
masyarakat Pekalongan, Ciptaan atau kreatifitas mereka berfungsi sosial, dan
meraka akan merasa bangga jika hasil karya mereka banyak yang meniru. Bahkan
dalam era perdagangan bebas sekarang inipun penjualan hasil karya mereka
dilakukan tanpa label, dan pihak pembeli dengan leluasa malakukan llabeling atas nama mereka. Dengan
demikian kreatifitas mereka menjadi milik orang lain dengan mudah. Oleh karena
itu penegakkan hukum dibidang Hak Cipta pada industri batik di Pekalongan
mutlak diperlukan, mengingat seni batik merupakan salah satu ciptaan yang
dilindungi oleh Hak Cipta.
Metode Penelitian
Metode penulisan review jurnal ini
menggunakan metode pendekatan Sosio
Legal Research. Pengunaan metode sosio
legal research disamping metode penelitian normatif akan memberi bobot
lebih pada penelitian yang bersangkutan dan merupakan penelitian deskriptif
sosiologi.
Pembahasan
A.
Implementasi Hak atas Kekayaan Intelektual Khususnya Hak
Cipta pada Industri Batik di Pekalongan
Bagi industri batik di Pekalongan keharusan untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual harus
dihadapi secara khusus, karena pada umumnya pelaku usaha dibidang batik sebelumnya
tidak pernah berfikir untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
kreasi-kreasi mereka berupa desain batik. Untuk itu hal yang pertama dilakukan
oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota Pekalongan adalah
melaksanakan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual khusunya Hak Cipta dan Merek,
yang sangat berkaitan sekali dengan dunia industri batik dan dikaitkan dengan
diberlakukannya konsep perdagangan bebas.
B.
Kendala-kendala dalam Implementasi HKI pada Industri Batik
1.
Pemasaran
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan mengenai Hak atas Kekayaan
Intelektual (HKI) di atas, ternyata yang menjadi kendala utama adalah aspek
pemasaran. Meskipun tidak tertulis antara produsen dan konsumen telah terjadi
semacam perjanjian agar produk batik yang masih berupa kain tidak boleh diberi
label / nama pada kainnya sehingga pembeli bisa bebas menjual kembali. Sebagai
contoh, rumah batik terkenal macam Danar Hadi sering “kulakan” ke
produsen-produsen batik di Pekalongan, kadang juga memesan khusus untuk Danar Hadi.
Konsep pemasaran seperti itu telah berlangsung secara turun
temurun. Bagi mereka agar usaha dapat terus berlangsung konsumen merupakan hal
yang sangat penting, sehingga para produsen batik ini selalu mencari bagaimana
agar konsumen tetap setia untuk membeli produk mereka ditengah persaingan
industri khususnya batik yang semakin ketat, meskipun mereka harus menagabaikan
perlindungan hukum pada produk mereka.
2.
Trend Motif
Batik Pekalongan merupakan batik yang dinamis, terlihat
dari warna yang menyala dan ragam motif yang selalu mengikuti perkembangan
permintaan pasar. Perkembangan permintaan pasar akan motif-motif baru
berlangsung sangat cepat. Hanya dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan, trend
motif sudah berubah. Apabila produsen tidak segera menyikapi kondisi pasar yang
demikian, maka produknya tidak akan laku karena sudah ketinggalan mode. Dampak
positif dari kondisi pasar seperti ini adalah ide kreatif para pengrajin
terpacu untuk menghasilkan karya-karya baru.
Tempo perubahan permintaan pasar akan motif-motif baru yang
sangat cepat dan tempo pengurusan pendaftaran Hak cipta maupun Merek yang
relatif lama dalam praktek, membuat para produsen batik enggan untuk
mendaftarkan karya desain batik mereka. Dalam perhitungan isnis juga dikatakan
tidak “cucuk” karena apabila proses pendaftaran selesai permintaan pasar sudah
berubah. Jadi boleh dikatakan percuma didaftarkan, dilindungi, karena tidak ada
yang akan meniru motif yang didaftarkan tersebut sebab pasar tidak menghendaki
lagi.
3.
Modal dan Sumber Daya Manusia
Pelaku industri batik banyak diantaranya dikerjakan oleh
pengrajin batik. Para pengrajin ini mempunyai keahlian dalam membatik, namun
tidak mempunyai modal untuk berusaha. Peran mereka dalam industri perbatikan
adalah menjadi buruh batik pada perusahaan-perusahaan batik besar yang ada.
Ditangan para buruh batik yang juga merupakan para pengrajin batik inilah
berbagai ragam hias desain batik dihasilkan. Pengusaha batik dengan modal besar
biasanya hanya menyerahkan motif/desain batik kepada pengrajin yang menjadi
buruh mereka, kecuali motif yang sudah dipesan.
Pengrajin batik yang bekerja sebagai buruh batik diupah
berdasarkan hasil yang dia peroleh perharinya, dengan nilai relatif kecil.
Kehidupan pengrajin yang serba pas-pasan untuk hidup tidak memungkinkan mereka
berfikir untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hasil kreasi mereka berupa
desain batik.
C.
Persepsi Pelaku Industri
Perbatikan Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
Persepsi masyarakat Pekalongan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual dapat dianalisis dari dua sudut pandang yaitu persepsi tradisional
dan persepsi modern, dimana kalau dilihat ada pergeseran susut pandang mengenai
HKI dalam masyarakat.
1.
Persepsi Tradisional Industri
terhadap Merk
Kurangnya pemahaman kalangan industri terhadap HKI inklusif
Hak Cipta dan Hak Merek tidak terlepas dari perkembangan HKI itu sendiri,
masalah perlindungan terhadap HKI juga masih jauh dari harapan sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan. Kalangan industri belum begitu yakin akan
perlindungan hukum terhadap merek yang dimilikinya tidak akan dimanfaatkan
(dipalsu) oleh pihak lain untuk kepentingan mendapatkan keuntungan.
Dengan banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan HKI
membuka mata banyak kalangan, bahwa persepsi mereka selama ini terhadap sebuah
merek ternyata keliru karena melalui sebuah merek, maka mereka dapat menjalin
ikatan emosional dengan konsumen sehingga menimbulkan kesan fanatisme dan
sugestif terhadap produk yang bermerek.
2.
Persepsi Modern Kalangan Industri
terhadap HKI
Persepsi modern kalangan industri terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual (HKI) inklusif Hak Cipta dan Hak Merek tidak terlepas dari
semakin gencarnya kampanye mengenai pengembangan dan perlindungan HKI, sehingga
membangkitkan kesadaran para pelaku industri betapa pentingnya HKI dalam
menunjang kelangsungan usahanya.
Perlunya HKI juga disadari oleh kalangan industri akan
identitas bagi produknya sehingga dapat dikenal oleh konsumen dan dapat
menimbulkan ikatan emosional dari konsumen yang pada akhirnya menumbuhkan kesan
sugestif terhadap produk tersebut. Dengan semakin majunya perdagangan
menjadikan pelaku usaha Pekalongan menjadari akan pentingnya HKI inklusif Hak
Cipta dan Hak Merek, sehingga mendorong mereka untuk mendapatkan HKI guna
mengamankan produk mereka dan memenangkan kompetisi persaingan.
Kesimpulan
a.
Implementasi Hak Kekayaan Intelektual pada Industri batik
di Pekalongan belum sepenuhnya dapat diterapkan, hal itu dikarenakan basis dari
usaha batik di Pekalongan sebagian besar adalah kalangan industri rumah tangga,
disamping itu pemahaman mereka akan hak kekayaan intelektual masih sangat
kurang.
b.
Dalam implementasi HKI khususnya pada industry batik banyak
menemui kendala, kendala yang banyak muncul seperti sistem pamasaran, trend
mode, modal dan sumber daya manusia.
c.
Persepsi kalangan usaha batik pekalongan akan pentingnya
HKI selama ini masih belum menyeluruh bagi sebagian pihak ternasuk golongan
“wong kaji”, mereka percaya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, tetapi banyak
kalangan pengusaha batik yang sudah menyadari akan pentingnya HKI, karena bagi
mereka HKI membawa manfaat dan mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat.
Referensi
Disusun Oleh :
- Annisa Meidiyoana (20210919)
- Dina Munawaroh (22210064)
- Dini Triana (22210079)
- Laraz Sekar Arum W (23210968)
- Nia Ismatu Ulfa (24210956)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar