Minggu, 06 Mei 2012

Review Jurnal Wajib Daftar Perusahaan

Review Jurnal           : Wajib Daftar Perusahaan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU no. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Pengarang    : Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum
Institusi            : Dosen Fakultas Hukum Universitas Gama Mahakam Samarinda
Abstrak
Wajib Daftar Perusahan sebagaimana yang terdapat didalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sangat bermanfaat baik dari segi Pemerintah, Dunia Usaha maupun pihak lain yang berkepentingan adapun tujuan dilakukannya daftar perseroan adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dan resmi untuk semua pihak yang berkepentingan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Dengan demikian daftar perusahaan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Indonesia
I.            Pendahuluan
Dengan melihat dasar pertimbangan dan Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan(UUWDP), daftar perusahaan merupakan daftar catatan resmi yang dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan. Ada 3 (tiga) pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut yaitu:
a.     Pemerintah
Dalam rangka memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan termasuk untuk kepentingan pengamanan pendapatan Negara yang memerlukan informasi yg akurat.
b.     Dunia usaha
Mempergunakan daftar perusahaan sebagai sumber informasi untuk kepentingan usahanya. Selain itu juga dalam upaya mencegah praktek usaha yg tidak jujur.
c.     Pihak lain yang berkepentingan atau masyarakat yang memerlukan informasi yang benar. (I.G. Rai Widjaja, 2006 : 270)
Mengingat manfaat tersebut di atas maka tujuan daftar perusahaan seperti terdapat pada pasal 2 UUWDP adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam pasal 3 UUWDP yaitu daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4 nya setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam daftar perusahaan.Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan ayat (1) pasal ini merupakan alat pembuktian yang sempurna.
Dalam pasal 29 UU PT No 40 tahun 2007 dinyatakan bahwa pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri dalam hal ini Menkumham, sedangkan dalam ketentuan UUWDP pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Departemen Perdagangan. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan dengan dilepaskannya kewajiban pendaftaran dalam UUPT ini dan kewajiban pendaftaran, menurut UUWDP bukan berarti UUWDP tidak berlaku tetapi tetap berlaku tapi bukan lagi merupakan syarat sebelum dapat dilakukannya pengumuman perseroan terbatas di Berita Negara dan penulis juga ingin menjelaskan bagaimana pelaksanaan UUWDP sebelum dan sesudah berlakunya UUPT No. 40 tahun 2007
II.          Pembahasan
A.   DASAR HUKUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 : Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkanakta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkanKeputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
B.    WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Setelah resmi berlakunya Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1995 dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru. Permasalahan selanjutnya adalah penyesuaian yang bagaimana yang harus dilakukan dalam hal memperoleh status badan hukum atau persetujuan atau pelaporan perubahan anggaran dasar. Salah satu ketentuan baru dalam UUPT barn adalah pengajuan permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi BadanHukum (SABH)..
SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29 UUPT baru dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaraan perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jemdral Administrasi Hukum Umum sedangkan dalam UUPT lama yang mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran perusahaan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?
Berdasarkan hal di atas, bahwa antara kedua undang-undang tersebut terdapat kontradiktif normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua undang-undang tersebut terdapat pengaturan yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan UUWDP mengingat adanya ketentuan sanksi tersebut?
Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Hal ini dikarenakan undang-undang adalah produk hukum yang dirumuskan secara abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk dipahami secara berbeda-beda oleh para subjek hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masing-masing akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal-hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan undang-undang.
Adapun pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang-undang dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system besar. (Sudikno Mertokusumo, 1993: 60).
Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan
(I)                  Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai barikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
(II)                Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
III.         Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa UUWDP masih tetap berlaku bagi badan, hukum lainnya selain badan hukum yang berbentuk PT seperti Firma, Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi dan bentuk usaha perorangan, tetapi yang berkaitan dengan pendaftaran perseroan bagi PT tidak lagi merujuk UUWDP tetapi kepada UUPT No 40 tahun 2007 serta ketentuan lebih lanjut tentang daftar perseroan yang diatur oleh Menkumham yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.M.HH.03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan.
Referensi :


Disusun Oleh :
  • Annisa Meidiyoana (20210919)
  • Dina Munawaroh (22210064)
  • Dini Triana (22210079)
  • Laraz Sekar Arum W (23210968)
  • Nia Ismatu Ulfa (24210956)
Kelas   : 2EB05                                                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar